Home

Friday, July 16, 2010

CANTING

CANTING , carat tembaga untuk membatik, bagi buruh-buruh batik menjadi nyawa. Setiap saat terbaik dalam hidupnya, canting ditiup dengan napas dan perasaan. Tapi batik yang dibuat dengan canting kini terbanting, karena munculnya jenis printing (cetak). Kalau proses pembatikan lewat canting memerlukan waktu berbulan-bulan , jenis batik cetak ini hanya beberapa kejap saja.


CANTING , symbol budaya yang kalah, tersisih, dan melelahkan. Adalah seorang Ni, sarjana farmasi , calon pengantin, putri Ngabean, yang mencoba menekuni , walau harus berhadapan dengan Pak Bei, bangsawan berhidung mancung yang perkasa, Bu Bei, bekas buruh batik yang menjadi ibunya, serta kakak-kakaknya yang sukses.

CANTING, yang menjadi cap batik Ngabean, tak bisa bertahan lagi. “Menyadari budaya yang sakit adalah tidak dengan menjerit, tidak dengan mengibarkan bendera.” Ni menjadi tidak Jawa, menjadi aeng, aneh, untuk bisa bertahan. Ni yang lahir ketika Ki Ageng Suryamentaram meninggal dunia, adalah generasi kedua, setelah ayahnya, yang berani tidak Jawa.


Judul Buku : CANTING
Kategori    : Roman keluarga
Pengarang  : Arswendo Atmowiloto
Penerbit     : Gramedia

No comments:

Post a Comment