Home

Monday, June 28, 2010

May the joy be with you

The fastest way to become the Master of your thoughts and emotions is through challenging situations. If your life is going along fairly smoothly, there are not the same opportunities that enable you to strengthen your power and become the Master of your thoughts and emotions. You see, even challenges are beautiful opportunities in disguise.
May the joy be with you,

Rhonda Byrne

The Secret... bringing joy to billions

Jakarta Fair Kemayoran

Akhir pekan kemaren aku dan temenku bertandang ke Pekan Raya Jakarta atau Jakarta Fair Kemayoran (JFK) yang lagi buka dari tanggal 11 Juni - 11 Juli.
Informasi yang kami peroleh, pemerintah menyediakan bus gratis ke dan dari PRJ , jadi makin semangat ni...
Sebelum berangkat dan supaya gak nyasar kita bedua janjian dulu, karena tempat tinggalku di seputaran blok M dan temenku di daerah Dukuh Atas, kita sama-sama pake bus way berangkat dari halte yang paling dekat dengan  tempat kos masing-masing dan janji ketemuan di halte harmoni sekitar jam satu.
Dari Harmoni kita pindah bus arah Pulo Gadung dan turun di halte Monas disambung jalan kaki dikit  ke Balai kota karena shuttle bus yang disediakan pemerintah berangkatnya  dari balai kota.
Mencari lokasi shuttle bus di balai kota juga tidak sulit karena spanduk dan pick up point bus gampang terlihat.
Untuk mendapatkan tempat duduk di bis cukup mengambil nomor antrian dan calon penumpang akan diberangkatkan berdasarkan no. antrian. Bus berangkat setiap setengah jam, jadi sambil menunggu kami berdua cari makan dulu. Sekitar setengah jam kemudian bus angkutan datang . Walaupun pake no. antrian dan dijamin semua penumpang pasti  naik, tetep aja semua naik berebutan dan desak-desakan ... sudah tradisi ...
Kalo gak ada tulisan di belakang bus “KAMI ANTAR ANDA KE PRJ” orang-orang pasti nyangkain kita desak desakan karena arus mudik udah dimulai …

Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, JFK telah menjadi arena hiburan keluarga yang murah meriah. Dengan membayar tiket masuk Rp. 20,000 (sabtu & minggu ) setiap orang bisa  leluasa memilih dan menikmati aneka jenis hiburan keluarga. Dari hiburan tradisional khas pasar malam seperti tong setan, gua hantu, kereta wira wiri sampai dengan pertunjukan musik bisa jadi pilihan.

Rame-rame ke PRJ



Tempat pemberangkatan bus gratis angkutan Jakarta Fair 2010 11 Juni – 11 Juli 2010.
Jadwal keberangkatan Senin – Jumat : 14.30 – 21.00
Sabtu – Minggu & Hari Libur 09.30 – 24.00
Rute : Monas – Jakarta Fair Kemayoran PP







Pertunjukan barongsai

Aneka permainan anak




Stand kopi kapal api di JFK


'Stand' Kerak Telor
Tiket masuk:

-weekdays Rp 15.000
-weekend Rp 20.000

jam buka
-weekdays: 15.00 – 23.00
-weekend: 10.00 – 23.00

Thursday, June 24, 2010

Mission Accomplished

Beruntung lagi, temen kantor gw minjemin antenna daleman :-))

Tsamina mina eh eh
Waka Waka eh eh
Tsamina mina zangalewa
This time for Africa

Tuesday, June 22, 2010

This Time For Africa

You're a good soldier
Choosing your battles
Pick yourself up
And dust yourself off
And back in the saddle

You're on the frontline
Everyone's watching
You know it's serious
We're getting closer

This isn’t over
The pressure is on
You feel it
But you've got it all
Believe it

When you fall get up
Oh oh...
And if you fall get up
Oh oh...
Tsamina mina
Zangalewa
Cuz this is Africa

Tsamina mina eh eh
Waka Waka eh eh
Tsamina mina zangalewa
Anawa aa
This time for Africa

Listen to your god
This is our motto
Your time to shine
Don’t wait in line
Y vamos por Todo

People are raising
Their Expectations
Go on and feed them
This is your moment
No hesitations

Today's your day
I feel it
You paved the way
Believe it

If you get down
Get up Oh oh...
When you get down
Get up eh eh...

Tsamina mina zangalewa
Anawa aa
This time for Africa
Tsamina mina eh eh
Waka Waka eh eh
Tsamina mina zangalewa

Anawa aa
Tsamina mina eh eh
Waka Waka eh eh

Tsamina mina zangalewa
This time for Africa

FIFA World Cup 2010 Official Anthem, Waka Waka

Mission - Finding Antena

Beruntung banget, aku dapet pinjeman TV 21” dari ibu kos, tepat di saat-saat piala dunia baru saja dimulai. Untungnya lagi, ak cuma dimintain tambahan 25 ribu per bulan untuk tambahan biaya listrik, dari pada beli TV baru . However, tetapi, but, siaran yang bisa ‘ketangkep’ jelas dengan antena ibu kos cuma Indosiar, TPI, SCTV sama Trans7 doang, nah untuk siaran RCTI yang nayangin piala dunia dan TV lain cuma bisa keliatan gambar bengkok-bengkok ,suaranya juga ilang-ilang timbul kayak TV item putih ortu tempoe doeloe yang dicolokin ke aki. Kalo akinya ngedrop gambarnya megat megot kanan kiri gak keruan. Padahal siaran yang pingin ditonton ya piala dunia yang ‘belum’ ketangkep jelas sama antena sekarang. Temen-temen kantor nyaranin supaya beli antena dalam + booster tambahan. Jadilah pulang kerja kemaren   berdua bareng temen ke blok M buat nyari antena.
Tiba di Blok M sambil nyari2 antena temen ku malah shopping baju dan sempet mampir ke tukang jait buat ngejait baju. Aku jadi ikutan beli baju juga….. Sampenya di pusat elektronik ternyata semua antena daleman tuh dah abis laris manis, yang tinggal cuma antena luar doang. Siapa yang mo masang ? ibu kos yang manjat2 buat naikin antena ?


Gak putus asa, kita melebarkan parameter pencarian , menjelajah lantai lapis demi lapis siapa tau ada toko TV yang nyempil masih punya stok antena. Tapi , meski semua lantai atas bawah dah diputerin , tu antena tetep gak ketemu,  misi pencarian belum berhasil.

Sampe di kos an, TV aku idupin lagi, siapa tau kali ini signal kuat dan bisa dapet gambar bagus… Ternyata masih aja tetep sama seperti kemaren2… gambarnya bengkok bengkok , pemain perancis dan afsel pada punya kembaran semua sambil lari-lari ngejar dua bola….

Buat nyenengin ati….gw tetep nonton bola, mengandalkan indera pendengaran , plus make baju yang baru gw beli…

Mission to be continued.......

Monday, June 21, 2010

Bringing joy to billions

Another easy way to use the law of attraction for your benefit is this:
Every night before you fall asleep, replay in your mind the good moments of the day, and give heartfelt thanks for each one of them. Think about the next day also, and intend that it is going to be amazing, that it is going to be filled with love and joy, and that all good is coming to you. Intend that it is going to be the best day of your life. Then when you wake in the morning, BEFORE you get out of bed, declare your intentions again for the day and give deep thanks as though you have received them all.
May the joy be with you,

Rhonda Byrne

Harga sebuah ilmu

Dikutip dari salah satu kuliah malam Ki Lurah Semar kepada Parikesit – Raja Hastinapura
Nilai dari ilmu adalah idhep, madhep, tetep dan mantep. Idhep berarti menyembah kepada Gusti dan meluhurkan asma Hyang Maha Kuasa. Artinya , seseorang mesti tahu tentang sangkan paraning dumadi, tahun tentang yang membuat hidup dan kehidupan. Madhep artinya berani mencegah hawa nafsu agar dapat wening atau khusyuk. Tetep artinya teguh, tidak mudah tergoda atau terkecoh pada hal-hal yang menyebabkan gagalnya tujuan mulia. Meski godaan itu serba menarik dan menyenangkan. Yang keempat adalah mantep, yakni harus mempunyai tujuan mulia. Terlaksana atau tidaknya semua cita-cita luhur manusia kita serahkan kepada Hyang Maha Kuasa. Kita tidak bisa dan tidak boleh memaksakan kehendak, karena apa yang menurut kita baik, belum tentu baik pula bagi Yang Maha Kuasa. Itulah harga sebuah ilmu. Tanpa itu , ilmu tidak bisa sejiwa dengan yang memilikinya.

Empat hal berikut ini merupakan sifat yang harus dimiliki jika ingin selamat dunia sampai akhirat.
Pertama , setya legawa, artinya jangan suka curiga, rela terhadap dunia, ikhlas terhadap kematian agar selamat. Tanamlah kebaikan dan kesucian. Berbuat kebajikan terhadap sesame dan tunaikan segala kewajiban.

Yang kedua, sabar narima, artinya sabar , bertahan dengan ikhlas dalam memperjuangkan keinginan atau cita-cita. Narima artinya menanti dengan ikhlas , menanti belas kasih Hyang Maha Kuasa. Sebagai manusia mesti sanggup menjalani keberuntungan atau kerugian, sakit atau nikmat, kesusahan atau kesedihan.

Ketiga, berbudi , artinya senang bertutur baik, senang berbuat kesenangan bagi yang sedang dalam kedukaan, suka menolong orang yang tengah berada dalam kesulitan atau penderitaan.

Keempat, bawa leksana, artinya berbudi luhur, jangan bertindak hina, dan berpikir luas. Harus awas dan waspada, teliti terhadap tindakan angkara murka. Hindari dusta , angkara, dan berbuat aniaya terhadap sesama…

Finding Amarta

Amarta adalah nama sebuah negeri dalam dunia pewayangan. Nama lain dari Amarta adalah Indraprasta, Batanakawarsa dan Cintakapura. Amarta  berarti tempat yang menentramkan, karena raja memerintah dengan adil dan tidak tergoda oleh kemolekan duniawi. Raja hingga para pejabatnya mengayomi para kawula. Negara dalam keadaan aman, makmur dan tentram.
Indraprasta berarti keindahan dan kemegahan bangunan keraton Amarta yang seperdelapan keindahan dan kemegahan kahyangan Batara Indra. Batanakawarsa berarti tempat mengalirnya air hujan. Ini berarti negeri Amarta adalah negeri yang yang subur makmur, hasil bumi berlimpah karena pengairan sawah ladang tidak mengalami hambatan. Cintakapura tempat para satria yang selalu menjalankan laku prihatin. Amarta selalu disinggahi Dewi Sri, dewi Padi, lambing rezekinya melimpah, alamnya subur makmur. Sepanjang Dewi Sri ada di Amarta , bencana kekeringan dan kekurangan pangan tak pernah ada. Amarta juga dekat dengan rakyat dan selalu mendengar suaranya.
Amarta juga mempunyai penasihat agung manusia jelmaan Wisnu bernama Sri Batara  Kresna. Tugas Wisnu di dunia adalah melenyapkan kejahatan dan membangun peradaban. Penasihat lain adalah Begawan Abiyasa yang kualitas keilmuan dan kebrahmanaannya tak diragukan lagi. Mengenai pertahanan, Amarta juga punya kelebihan, musuh yang berusaha menyerang dari darat , udara , laut dan dalam bumi juga bisa dibabat habis.

Adakah Amarta di zaman sekarang ?

Tuesday, June 15, 2010

Refleksi Kehidupan : Pandawa - Kurawa

Dalam epos Mahabharata dan Bharatayuda, Kurawa (suatu entitas yang diasumsikan jahat, serakah, suka memfitnah dan merebut takhta yang bukan haknya) suka "main keroyok". Jumlah Kurawa lebih banyak ketimbang Pandawa (entitas yang diasumsikan baik, kesatria, suka menolong, dan yang haknya atas takhta kerajaan direbut pihak Kurawa dengan berbagai trik jahat mereka). Kurawa berjumlah seratus, sedangkan Pandawa hanya lima (makanya sering disebut Pandawa Lima). Dalam epos Mahabharata dan Bharatayuda tidak ada demokrasi, sehingga walaupun suka "main keroyok" Pandawa tetap menang, dalam konflik-konflik kecil secara fisik sebelum perang besar Bharatayuda. Pandawa Lima memang lebih sakti ketimbang para anggota Kurawa. Dalam suatu episode, Bima (Werkudara) pernah mengobrak-abrik para Kurawa yang "mengeroyok", hingga dipisahkan oleh Patih Haryo Sengkuni (Sakuni atau Sangkuni). Dalam belajar dan mengasah diri dalam ilmu kanuragan, Pandawa lebih serius ketimbang Kurawa, sehingga murid yang dianggap paling jenius oleh Resi Durna (Durno) adalah Arjuna (Janaka). Tetapi, karena kelicikannya, dan juga hasutan jitu paman mereka, yakni Patih Haryo Sengkuni, Pandawa pun dijebak dalam suatu permainan dadu. Dalam babak "dadu malapetaka", Yudhistira dijebak dan kalah dalam permainan dadu, sehingga harus kehilangan martabat (harga diri), kerajaannya, serta berakibat terusirnya Pandawa Lima dari kerajaan, dan harus mengelana di hutan.
Kisah Pandawa mirip dengan cerita sinetron. Efek penzaliman terhadap pihak Pandawa oleh Kurawa memang luar biasa, sehingga penonton menjadi sangat bersimpati kepada Pandawa. Dalam satu kisah menjelang perang Bharatayuda , Arjuna sempat "ngambek", tak mau ikut terlibat dalam memerangi Kurawa yang notabene adalah saudara-saudara Pandawa sendiri. Tapi Kresna, filsuf dan sang ahli strategi, membujuk dan menasihatinya panjang-lebar, bahwa perang tak dapat dicegah dan sudah ditakdirkan, dan Pandawa harus maju ibaratnya memerangi kejahatan. Akhirnya, arena Kurukshetra, tempat dendam Pandawa terlampiaskan, pun membara. Perang besar terjadi, dan darah tumpah di mana-mana. Para kesatria kedua kubu berguguran. Pelajaran apa yang tertinggal dari kisah-kisah yang menggelegar di dunia pewayangan itu? Secara normatif, para penonton wayang diharapkan sadar akan adanya nilai-nilai kebaikan, kejujuran, kemanusiaan, berani membela yang benar (prinsip), dan berani pula mengakui kesalahan dan memperbaikinya. Itulah sifat-sifat kesatria. Dibalik itu ada simbol-simbol dan wujud-wujud kejahatan dalam hal-ihwal kekuasaan. Simbol dan wujud kejahatan itu dicontohkan dalam merebut takhta yang bukan haknya, melakukan pembenaran atas hal tersebut. Kejahatan selalu bertumpu pada merebut sesuatu yang bukan haknya, dan menempatkan yang sejatinya punya hak sebagai orang-orang tertindas.

Dalam logika Bharatayuda, Arena Kurukshetra adalah arena "permainan yang sesungguhnya", perang tanding secara fair antar-kesatria kedua belah pihak. Mereka bertempur habis-habisan, dengan segala taktik dan strategi, tapi tetap ada aturannya. Dalam Bharatayuda jelas: siapa kawan siapa lawan. Tidak ada yang lari meninggalkan perang , kecuali Aswatama (satu-satunya putra Resi Durna), yang segera dinilai "bernyali kecil". Aswatama diceritakan sangat tidak kesatria karena selain meninggalkan arena perang, menyusup ke tenda lawan (pihak Pandawa) di suatu malam dan menghabisi mereka yang tengah tertidur. "Demokrasi Kurusetra" tidak mentoleransi para kesatria yang culas, walaupun Yudhistira telah "berbohong" kepada Resi Durna hingga menyebabkan kematiannya (dengan mengatakan Aswatama telah mati, dan secara lirih menambahkan Aswatama yang dimaksud adalah nama seekor gajah).

Apakah prinsip kesatria masih diutamakan dalam kehidupan kita? Kalau mentalitas takut kalah masih menonjol, maka lenyaplah prinsip kesatria. Kesatria tak takut kalah dalam mempertahankan dan membela prinsip yang diyakininya. Buat apa menang, kalau kemenangan itu dilakukan secara culas dan licik? Kalau mentalitas "yang penting menang" masih dominan, prinsip kesatria terpinggirkan, sebab yang diutamakan adalah penghalalan segala cara. Kita tidak menginginkan perang habis-habisan ala Bharatayuda. Kita mestinya tidak boleh ekstrem "zero sum game". Kita harus tetap rasional dan manusiawi untuk menggapai kepentingan yang lebih besar.

Cara-cara manipulasi simbolis dan klaim-klaim palsu ala Kurawa bisa saja terjadi di pihak yang mengklaim berpihak pada Pandawa. Istilah Kurawa memang telah mengerucut sedemikian negatifnya, sebagai simbol kejahatan yang akhirnya dapat "dimusnahkan" oleh Pandawa, sang simbol kebenaran. Dalam dunia nyata, kejahatan bisa ada di setiap kelompok sosial, apalagi politik, mengingat setiap manusia berpotensi gagal mengendalikan hawa nafsu dan melampiaskannya dalam berbagai bentuk kejahatan yang kasar hingga yang halus, hingga mereka yang "baik" bisa menjadi "jahat" dalam berebut kekuasaan.

Monday, June 14, 2010

Daily Teachings

It is so important that you are grateful for everything in your life. Many people focus on the one thing they want and then forget to be grateful for all the things they have. Without gratitude you cannot achieve anything through the law of attraction, because if you are not emanating gratitude from your being, then by default you are emanating ungratefulness. Be proactive and use the frequency of your being to receive what you want. May the joy be with you.

Akhir Peperangan

Hanya sepuluh kesatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kertawarma. Aswatama ditangkap oleh para Pandawa setelah ia melakukan pembunuhan di malam hari kedelapan belas, saat sekutu Pandawa sedang tidur. Krepa kembali ke Hastinapura, sedangkan Kertawarma ke kediaman Wangsa Yadu. Akhirnya, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, Yudistira menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, Parikesit. Kemudian, ia bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dropadi dan empat Pandawa, kecuali Yudistira, meninggal dalam perjalanan. Akhirnya Yudistira berhasil mencapai puncak Himalaya, dan dengan ketulusan hatinya, oleh anugerah Dewa Dharma ia diizinkan masuk surga sebagai seorang manusia.

ik/dari berbagai sumber

Jalannya Peperangan

Hari pertama

Setelah isyarat penyerangan diumumkan, kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang tentara Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu putra Arjuna melihat hal tersebut dan menyuruh para pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya, namun usaha para kesatria Pandawa tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan.

Putra Raja Wirata – Utara – maju menghadapi Salya Raja Madra. Utara yang menaiki gajah perang, mencoba melumpuhkan kereta perang Salya. Setelah keretanya lumpuh, Salya meluncurkan senjata lembingnya ke arah Utara. Senjata tersebut menembus baju zirah Utara. Kemudian, Salya menyerang gajah tunggangan Utara dengan panah-panahnya. Utara dan gajahnya pun gugur seketika. Setelah Utara gugur, Sweta mengamuk. Dengan nafsu membunuh, ia mengejar Salya. Para kesatria Korawa yang menyadari hal itu segera melindungi Salya, namun tidak ada yang mampu mengatasi kemarahan Sweta. Akhirnya Bisma turun tangan. Dengan senjata khusus, ia memanah Sweta sehingga kesatria tersebut gugur seketika.
Ketidakmampuan Pandawa melawan Bisma, serta kematian Utara dan Sweta di hari pertama, membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Hari kedua
Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Bima yang melihat keadaan tersebut menyongsong Drestadyumna dan menyelamatkan nyawanya. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Satyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.

Hari ketiga
Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna.Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna. Kemudian kereta Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan kemahirannya yang hebat, Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang tak terhitung jumlahnya.
Abimanyu dan Satyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bima dan putranya, Gatotkaca, menyerang Duryodana yang berada di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju Duryodana yang menukik di atas keretanya. Kusir keretanya segera membawanya menjauhi pertempuran. Tentara Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi pertarungan. Bisma melihat hal tersebut lalu menyuruh agar pasukan bersiap siaga dan membentuk kembali formasi, kemudian Duryodana datang kembali dan memimpin tentaranya. Duryodana marah kepada Bisma karena masih segan untuk menyerang para Pandawa. Bisma kemudian sadar dan mengubah perasaannnya kepada para Pandawa.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil sejata cakranya dan berlari ke arah Bisma. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.

Hari keempat
Hari keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para kesatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu, Duryodana merasa sedih telah kehilangan saudara-saudaranya.
Saat pertempuran di hari itu berakhir, Duryodana yang diliputi duka dan kekecewaan datang menemui Bisma untuk menanyakan penyebab Pandawa mampu bertahan dan mengalahkan kekuatan pasukan Korawa yang konon amat dahsyat. Bisma menjawab bahwa Pandawa bertindak di bawah panji kebenaran, sehingga lebih baik mengadakan perjanjian damai dengan mereka. Namun Duryodana yang keras kepala tidak mau menuruti nasihat tersebut.

Hari kelima
Ilustrasi perang di Kurukshetra dari kitab Mahabharata.Pada hari kelima, pertempuran terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Satyaki berhadapan dengan Drona dan kesulitan untuk membalas serangannya. Bima pergi meninggalkan Srikandi yang menyerang Bisma. Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Satyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawa dan kemudian Satyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Satyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.

Hari keenam
Yudistira menyuruh Drestadyumna agar membentuk formasi Makara, dengan Drupada dan Arjuna sebagai pemimpin garis depan. Untuk menandingi kekuatan Yudistira, Bisma menginstruksikan agar pasukan Korawa membentuk formasi burung bangau, dengan Balhika dan angkatan perangnya sebagai pemimpin garis depan.
Bima bertarung melawan Drona dengan sengit. Bima memanah kusir kereta Drona sehingga tewas seketika. Drona mengambil alih kedudukan kusirnya, lalu menghancurkan sebagian besar pasukan Pandawa. Serangan Drona dihadapi oleh Drestadyumna. Sementara itu, Bima melancarkan serangan ke garis pertahanan yang terdiri dari putra-putra Dretarastra, yaitu: Dursasana, Durwisaha, Dursaha, Durmada, Jaya, Jayasena, Wikarna, Citrasena, Sudarsana, Carucitra, Duskarna, Karna (Karna adik Duryodana, bukan Karna sahabat Duryodana). Mereka semua mengepung Bima dari segala penjuru. Bima meloncat turun dari keretanya sambil membawa gada. Di tengah pasukan musuh, Bima mengamuk sehingga pasukan Korawa kacau-balau. Melihat Bima dalam bahaya, Drestadyumna segera meninggalkan Drona dengan maksud membantu Bima. Dengan bantuan Drestadyumna, Bima menghancurkan pasukan Korawa dengan lebih mudah.
Setelah menyaksikan Bima dalam bahaya, Yudistira mengirim Abimanyu untuk membantu pamannya tersebut. Abimanyu melawan para putra Dretarastra, sementara Duryodana dihadapi oleh lima putra Dropadi, yaitu Pratiwindya, Sutasoma, Srutakarma, Satanika, dan Srutakirti. Menjelang sore hari, Bisma masih mengamuk menghancurkan pasukan Pandawa. Akhirnya, matahari terbenam dan seluruh pasukan ditarik mundur pada malam hari itu.

Hari ketujuh
Pada hari ketujuh, pasukan Korawa di bawah instruksi Bisma membentuk formasi Mandala. Untuk mengantisipasinya, Yudistira menginstruksikan agar pasukan Pandawa membentuk formasi Bajra. Arjuna berhasil merusak formasi Mandala, sehingga Bisma maju untuk menghadapinya. Sementara itu, Drona bertarung menghadapi Wirata Raja Matsya. Dengan serangan panahnya, Drona membuat kereta perang Wirata lumpuh. Kemudian Wirata meloncat dari keretanya untuk berpindah ke kereta Sangka, putranya. Meskipun Wirata dan Sangka sudah menggabungkan kekuatan, namun Drona masih tak terkalahkan. Sebaliknya, Drona berhasil menembakkan empat batang panah penembus baju zirah ke arah Sangka. Panah tersebut bersarang di dada Sangka, kemudian merenggut nyawanya.
Sementara itu, Satyaki bertarung menghadapi raksasa Alambusa, sedangkan Drestadyumna menghadapi Duryodana. Satyaki berhasil mengalahkan raksasa Alambusa, sementara Drestadyumna berhasil melukai tubuh Duryodana dengan tujuh anak panah. Kemudian panah-panah menembus tubuh kuda dan kusir kereta Duryodana sehingga kendaraan tersebut lumpuh. Duryodana meloncat dari keretanya lalu diselamatkan oleh pamannya, Sangkuni dari Gandhara. Di tempat lain, Srikandi maju menghadapi Bisma. Bisma tidak menghiraukan Srikandi karena kesatria tersebut bersifat kewanitaan, sehingga ia lebih memilih menghancurkan pasukan Srinjaya, sekutu Pandawa.
Pada hari tersebut, para kesatria Korawa lebih banyak menderita kekalahan dibandingkan pihak Pandawa. Hal tersebut membuat Dretarastra, ayah para Korawa merasa sedih. Sanjaya, penasihat Dretarastra mengatakan bahwa ia tidak perlu bersedih sebab kehancuran putra-putranya disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Sanjaya menambahkan, bahwa kematian para kesatria yang gugur di medan perang akan membuka jalan surga bagi mereka.

Hari kedelapan
Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera Dretarastra, yaitu: Sunaba, Adityaketu, Wahwasin, Kundadara, Mahodara, Aparajita, Panditaka dan Wisalaksa. Sunaba, Adityaketu, Aparajita dan Wisalaksa gugur dengan kepala terpenggal, sedangkan yang lainnya gugur karena senjata panah yang diluncurkan Bima. Setelah menyaksikan kematian mereka, Duryodana memerintahkan para saudaranya yang masih hidup untuk membunuh Bima. Namun tak satu pun putra Dretarastra yang berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian delapan saudaranya.
Sementara itu, Sangkuni putra Subala, dengan didampingi oleh putra Hredika dari kerajaan Satwata, menyerbu pasukan Pandawa. Pasukan penyerbu tersebut merupakan kavaleri gabungan dari berbagai kerajaan di India, seperti Kamboja, Sindhu, Mahi, Aratta, dll. Untuk menandinginya, Irawan putra Arjuna maju ke medan laga sambil membawa pasukan berkuda dalam jumlah besar. Dengan pedang dan panah, Irawan berhasil membunuh para saudara Sangkuni, kecuali Wresaba.
Setelah pasukan putra Subala kacau balau, Duryodana mengirim raksasa Alambusa untuk membunuh Irawan. Kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Irawan melawan Alambusa. Keduanya sama-sama menggunakan kekuatan sihir, sama-sama sakti dan saling menghancurkan. Saat Irawan memunculkan seekor naga raksasa, Alambusa menanggapinya dengan menjelma menjadi seekor burung garuda raksasa. Burung siluman tersebut berhasil membunuh naga siluman yang dipanggil Irawan. Hal itu membuat Irawan terpaku menyaksikan kekalahannya. Pada saat itu juga, Alambusa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memenggal leher Irawan.

Hari kesembilan
Pada hari kesembilan, Abimanyu putra Arjuna menghancurkan laskar Korawa sambil mengamuk. Para kesatria terkemuka di pihak Korawa tidak mampu menghadapinya, karena seolah-olah Abimanyu merupakan Arjuna yang kedua. Melihat prajuritnya tercerai-berai, Duryodana memutuskan untuk mengirim raksasa Alambusa, putra Resyasringga. Raksasa tersebut menuruti perintah Duryodana. Ribuan prajurit Pandawa mati di tangannya, sehingga lima putra Dropadi bertindak. Mereka mencoba menahan serangan raksasa tersebut, namun tidak berhasil. Sebaliknya, justru nyawa mereka yang terancam. Setelah melihat para saudara tirinya sedang terancam, Abimanyu segera datang membantu mereka sekaligus menghadapi raksasa Alambusa. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Abimanyu melawan raksasa Alambusa. Dengan kemahirannya menggunakan senjata panah, Abimanyu berhasil mengalahkan Alambusa sehingga raksasa tersebut turun dari keretanya sambil melarikan diri karena kesakitan.
Setelah Alambusa mengalami kekalahan, Bisma segera menghadapi Abimanyu. Dengan dikawal oleh para kesatria tangguh dari pihak Korawa, Bisma maju menerjang Abimanyu. Pada saat itu juga, Arjuna datang membantu Abimanyu. Kemudian Krepa menyerang Arjuna sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. melihat keadaan tersebut, Satyaki datang membantu Arjuna. Aswatama putra Drona, datang membantu Krepa dengan meluncurkan panah-panahnya. Namun ternyata Satyaki mampu bertahan, bahkan membalas serangan Aswatama secara bertubi-tubi. Setelah Aswatama lelah menghadapinya, Drona muncul untuk membantu putranya tersebut. Sedangkan dari pihak Pandawa, Arjuna maju membantu Satyaki. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Arjuna melawan Drona. Meskipun demikian, baik Arjuna maupun Drona mampu bertahan hidup sebab mereka sama-sama sakti.
Kemudian, Kresna mengingatkan Arjuna untuk segera membunuh Bisma. Maka dari itu, Arjuna segera memerintahkan Kresna untuk menjalankan keretanya menuju Bisma. Saat menghadapi Bisma, Arjuna masih segan untuk mengerahkan seluruh kemampuannya, sehingga pertarungan terlihat tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Melihat keadaan itu, Kresna menjadi marah. Ia turun dari keretanya sambil membawa cemeti dengan tujuan membunuh Bisma. Bisma tidak mengelak saat melihat tindakan Kresna. Sebaliknya, ia ikhlas apabila nyawanya melayang di tangan Kresna. Menanggapi hal tersebut, Arjuna segera meloncat dari keretanya, lalu memeluk kaki Kresna untuk menghentikan gerakan Kresna. Sekali lagi, Arjuna memohon agar Kresna meredam amarahnya. Kresna hanya diam setelah mendengar permohonan Arjuna. Kemudian mereka kembali menaiki kereta untuk melanjutkan peperangan.

Hari kesepuluh
Lukisan Bisma yang tidur di ranjang panah menjelang kematiannya. Sebuah koleksi dari Institusi Smithsonian.
Lukisan Bisma saat sekarat, sedang berbaring dengan tubuh ditancapi ratusan panah. Lukisan diambil dari kitab Razmnama, atau Mahabharata versi Persia.Pada hari kesepuluh, Pandawa yang merasa tidak mungkin untuk mengalahkan Bisma menyusun suatu strategi. Mereka berencana untuk menempatkan Srikandi di depan kereta Arjuna, sementara Arjuna sendiri akan menyerang Bisma dari belakang Srikandi. Srikandi dipilih sebagai tameng Arjuna sebab ia merupakan seorang wanita yang berganti kelamin menjadi pria, dan hal itu membuat Bisma enggan menyerang Srikandi. Disamping itu, Srikandi merupakan reinkarnasi Amba, wanita yang mati karena perasaannya disakiti oleh Bisma, dan bersumpah akan terlahir kembali sebagai pembunuh Bisma yang menjadi penyebab atas penderitaannya.
Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak menghiraukan serangannya. Sebaliknya, ia malah tertawa, sebab ia tahu bahwa kehadiran Srikandi merupakan pertanda buruk yang mampu mengantarnya menuju takdir kekalahan. Bisma juga tahu bahwa ia ditakdirkan gugur karena Srikandi, maka dari itu ia merasa sia-sia untuk melawan takdirnya. Bisma yang tidak tega untuk menyerang Srikandi, tidak bisa menyerang Arjuna karena tubuh Srikandi menghalanginya. Hal itu dimanfaatkan Arjuna untuk mehujani Bisma dengan ribuan panah yang mampu menembus baju zirahnya. Ratusan panah yang ditembakkan Arjuna menembus tubuh Bisma dan menancap di dagingnya.
Bisma terjatuh dari keretanya, namun badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah yang menancap di tubuhnya. Setelah Bisma jatuh, pasukan Pandawa dan Korawa menghentikan pertarungannya sejenak lalu mengelilingi Bisma. Bisma menyuruh Arjuna untuk meletakkan tiga anak panah di bawah kepalanya sebagai bantal. Kemudian, Bisma meminta dibawakan air. Tanpa ragu, Arjuna menembakkan panahnya ke tanah, lalu menyemburlah air dari tanah ke mulut Bisma. Meskipun tubuhnya ditancapi ratusan panah, Bisma masih mampu bertahan hidup sebab ia diberi anugrah untuk bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Dalam keadaan seperti itu, ia memberi wejangan kepada para cucunya yang melakukan peperangan. Meskipun sudah tak berdaya, Bisma mampu hidup selama beberapa hari sambil menyaksikan kehancuran pasukan Korawa.

Hari kesebelas
Setelah kekalahan Bisma pada hari kesepuluh, Karna memasuki medan laga dan melegakan hati Duryodana. Ia mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Karna dan Duryodana berencana untuk menangkap Yudistira hidup-hidup. Membunuh Yudistira di medan laga hanya membuat para Pandawa semakin marah, sedangkan dengan adanya Yudistira para Pandawa mendapatkan strategi perang. Drona membantu Karna dan Duryodana untuk menaklukkan Yudistira. Ia memanah busur Yudistira hingga patah. Para Pandawa cemas karena Yudistira akan menjadi tawanan perang. Melihat hal itu, Arjuna turun tangan dan menghujani Drona dengan panah dan menggagalkan rencana Duryodana.

Hari kedua belas
Setelah menerima kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja Trigarta — Susarma — bersama dengan 3 saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak Korawa dan mencoba untuk membunuh Arjuna atau sebaliknya, gugur di tangan Arjuna. Mereka turun ke medan laga pada hari kedua belas dan langsung menyerbu Arjuna. Namun mereka tidak berhasil sehingga gugur satu persatu. Semakin hari kekuatan para Pandawa semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar kepada pasukan Korawa.

Hari ketiga belas
Ukiran di Kuil Hoysaleswara (Halebid, India), yang menggambarkan Abimanyu saat terkurung dalam formasi Cakrabyuha.Duryodana memanggil Bhagadatta, Raja Pragjyotisha (di zaman sekarang disebut Assam, sebuah wilayah di India). Bhagadatta merupakan putera dari Narakasura, raja yang dibunuh oleh Kresna beberapa tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan gajah yang berukuran sangat besar sebagai kekuatan pasukannya, dan ia dianggap sebagai kesatria terkuat di antara seluruh kesatria penunggang gajah pada zamannya. Bhagadatta menyerang Arjuna dengan mengendarai gajah raksasanya yang bernama Supratika. Pertempuran antara Arjuna melawan Bhagadatta terjadi dengan sangat sengit.
Saat Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, di tempat lain, empat Pandawa sulit mematahkan formasi Cakrabyuha yang disusun Drona. Yudistira melihat hal tersebut dan menyuruh Abimanyu, putera Arjuna, untuk merusak formasi Cakrabyuha, sebab Yudistira tahu bahwa hanya Arjuna dan Abimanyu yang bisa mematahkan formasi tersebut. Saat Abimanyu memasuki formasi tersebut, empat Pandawa melindunginya di belakang. Namun, keempat Pandawa dihadang Jayadrata sehingga Abimanyu memasuki formasuki Cakrabyuha tanpa perlindungan. Akhirnya, Abimanyu dikepung oleh para kesatria Korawa, lalu terbunuh oleh serangan serentak.
Menjelang akhir hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bhagadatta dan Susarma gugur di tangan Arjuna. Sementara itu, Abimanyu gugur karena terjebak dalam formasi Cakrabyuha. Setelah mengetahui kematian putranya, Arjuna marah pada Jayadrata yang menghalangi usaha para Pandawa untuk melindungi Abimanyu. Ia bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari keempat belas. Ia juga bersumpah bahwa jika ia tidak berhasil melakukannya sampai matahari terbenam, ia akan membakar dirinya sendiri.

Hari keempat belas
Saat berusaha mencari Jayadrata di medan pertempuran, Arjuna menghancurkan satu aksauhini (109.350 tentara) prajurit Korawa. Pasukan Korawa melindungi Jayadrata dengan baik, untuk mencegah Arjuna menyerangnya. Akhirnya, menjelang sore, Arjuna mendapati bahwa Jayadrata dikawal oleh Karna dan lima kesatria perkasa lainnya. Setelah melihat keadaan temannya, Kresna mengangkat Sudarsana Cakra-nya untuk menutupi matahari, menipu seolah-olah matahari terbenam. Seluruh prajurit menghantikan pertempuran karena merasa bahwa siang hari telah berakhir. Dengan demikian, Jayadrata tanpa perlindungan. Saat matahari menampakkan sinar terakhirnya di hari tersebut, Arjuna menembakkan panah dahsyatnya yang kemudian memenggal kepala Jayadrata.
Pertempuran berlanjut setelah matahari terbenam. Saat bulan tampak bersinar, Gatotkaca, putra Bima membunuh banyak kesatria, dan menyerang lewat udara. Karna menghadapinya lalu mereka bertarung dengan sengit, sampai akhirnya Karna mengeluarkan Indrastra, sebuah senjata surgawi yang diberikan kepadanya oleh Dewa Indra. Gatotkaca yang menerima serangan tersebut lalu memperbesar ukuran tubuhnya. Ia gugur seketika kemudian jatuh menimpa ribuan prajurit Korawa.

Hari kelima belas
Sebuah lukisan dari Himachal Pradesh, India. Di sini digambarkan Arjuna dan pasukannya (kiri) menghadapi Karna dan pasukannya (kanan).Setelah Raja Drupada dan Raja Wirata dibunuh oleh Drona, Bima dan Drestadyumna bertarung dengannya di hari kelima belas. Karena Drona amat kuat dan memiliki brahamastra (senjata ilahi) yang tak terkalahkan, Kresna memberi isyarat pada Yudistira bahwa Drona akan menyerah apabila Aswatama – putranya – gugur dalam perang tersebut. Kemudian Bima membunuh seekor gajah bernama Aswatama, dan berteriak dengan keras bahwa Aswatama gugur.
Drona mendekati Yudistira untuk mencari kepastian tentang kematian putranya. Yudistira berkata "Ashwathama Hatha Kunjara", namun dua kata terakhir "Hatha Kunjara" yang menerangkan bahwa seekor gajah telah mati, tidak terdengar karena kegaduhan bunyi genderang dan terompet atas perintah Kresna (versi yang berbeda menyebutkan bahwa Yudistira melafalkan kata-kata terakhir tersebut dengan sangat pelan sehingga Drona tidak mendengar kata "gajah"). Sebelum peristiwa tersebut, kereta perang Yudistira, yang disebut Dharmaraja (Raja Kebenaran), melayang beberapa inci dari tanah. Setelah peristiwa tersebut, keretanya menyentuh tanah. Setelah menduga bahwa putranya telah tiada, Drona merasa berdukacita, dan menjatuhkan senjatanya. Kemudian ia dibunuh oleh Drestadyumna untuk membalaskan dendam ayahnya sekaligus melaksanakan sumpahnya.
Setelah perang di hari itu berakhir, Kunti (ibu para Pandawa) secara rahasia pergi menemui Karna, putra yang dibuangnya, dan memintanya untuk mengampuni nyawa para Pandawa, karena mereka adalah adiknya. Karna berjanji pada Kunti bahwa ia akan mengampuni nyawa para Pandawa, kecuali Arjuna.
Ilustrasi pertarungan sengit antara Arjuna melawan Karna.[sunting] Hari keenam belas
Pada hari keenam belas, Karna menjadi panglima tertinggi pasukan Korawa. Ia membunuh banyak prajurit pada hari itu. Sebuah pertempuran sengit terjadi antara Arjuna melawan Karna. Bahkan Kresna memuji Karna atas keberaniannya. Akhirnya Karna berhasil memutuskan tali busur Arjuna. Tepat saat Karna akan membunuh Arjuna, matahari terbenam. Karena memperhatikan peraturan peperangan, Karna mengampuni nyawa Arjuna.
Ada versi berbeda mengenai akhir hari kedelapan belas. Diceritakan bahwa Karna bertempur dengan gagah berani meski dikelilingi para jendral pasukan Pandawa. Mereka semua tidak mampu melawannya. Karna memberi serangan mematikan pada pasukan Pandawa sehingga mereka melarikan diri. Kemudian Arjuna berhasil mematahkan senjata Karna dengan senjatanya sendiri, dan juga memberikan serangan mematikan pada pasukan Korawa. Tak lama kemudian matahari terbenam, dan karena kegelapan dan debu membuat pertempuran berlangsung dengan sulit, maka pasukan Korawa ditarik mundur, dengan tujuan menghindari pertempuran di malam hari.

Hari ketujuh belas
Karna mendorong roda keretanya yang terperosok ke dalam lumpur pada saat perang Baratayuda. Peristiwa ini terjadi sesaat menjelang kematiannya di tangan Arjuna.Pada hari ketujuh belas, Karna mengalahkan Bima dan Yudistira dalam pertempuran, namun nyawa mereka diampuni. Kemudian, Karna melanjutkan pertarungannya melawan Arjuna. Saat bertarung, roda kereta Karna terperosok ke dalam lumpur sehingga Karna meminta izin untuk menghentikan pertarungan sejenak. Melihat kesempatan tersebut, Kresna mengingatkan Arjuna tentang sikap Karna yang tidak berbelas kasihan pada Abimanyu saat Abimanyu terbunuh setelah kehilangan senjata dan keretanya. Terungkitnya kenangan pahit tersebut membuat hati Arjuna perih kembali. Kemudian, Arjuna menembakkan panahnya untuk memenggal Karna, pada saat Karna berusaha mengangkat roda keretanya yang terprosok ke dalam lumpur. Pada hari yang sama, Bima menghancurkan kereta Dursasana dengan gadanya. Bima menangkap Dursasana lalu membunuhnya, sehingga terpenuhilah sumpah yang dibuatnya saat Dropadi dipermalukan.

Hari kedelapan belas
Pada hari kedelapan belas, Salya Raja Madra diangkat sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa, menggantikan posisi Karna. Pada hari itu juga, Yudistira membunuh Raja Salya, Sadewa membunuh Sangkuni, dan Bima membunuh para adik Duryodana yang masih bertahan. Setelah sadar bahwa ia telah dikalahkan, Duryodana lari dari medan pertempuran lalu beristirahat di sebuah danau. Ahirnya para Pandawa berhasil menangkapnya. Di bawah pengawasan Baladewa, pertandingan gada berlangsung antara Bima melawan Duryodana, dimana akhirnya Duryodana mengalami kekalahan.
Aswatama, Krepa, dan Kertawarma bertemu Duryodana pada saat kesatria tersebut sedang sekarat. Mereka berjanji akan membalaskan dendamnya. Kemudian pada malam hari, mereka menyerang perkemahan para Pandawa, lalu membunuh lima putra Pandawa (Pancawala), Drestadyumna dan Srikandi.

Divisi Pasukan dan Persenjataan

Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi ke dalam divisi (aksohini). Setiap divisi berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari: 21.870 pasukan berkereta kuda
21.870 pasukan penunggang gajah
65.610 pasukan penunggang kuda
109.350 tentara biasa (infantri)

Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan pandawa memiliki 7 divisi, total pasukan=1.530.900 orang. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total pasukan=2.405.700 orang. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang=3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan kerajaan lain di seluruh daratan India.

Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan primitif, contohya: panah; tombak; pedang; golok; kapak-perang; gada; dan sebagainya. Para kesatria terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona, dan Abimanyu, memilih senjata panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima dan Duryodana memilih senjata gada untuk bertarung. Meskipun demikian, tidak selamanya kesatria tersebut hanya menggunakan satu jenis senjata saja. Kadangkala, Bima menggunakan panah, sedangkan Abimanyu menggunakan pedang.

Formasi militer
Ilustrasi formasi Cakrabyuha (formasi melingkar), salah satu formasi perang yang digunakan oleh pihak Korawa.Formasi militer adalah hal yang penting untuk mencapai kemenangan dalam peperangan. Dengan formasi yang baik dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan. Ada beberapa formasi militer yang disebutkan dalam Mahabharata, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Beberapa macam formasi militer tersebut sebagai berikut:
Krauncabyuha (formasi bangau)
Cakrabyuha (formasi cakram/melingkar)
Kurmabyuha (formasi kura-kura)
Makarabyuha (formasi buaya)
Trisulabyuha (formasi trisula)
Sarpabyuha (formasi ular)
Kamalabyuha atau Padmabyuha (formasi teratai)

Sulit mengindikasi dengan tepat makna dari nama-nama formasi tersebut. Nama formasi mungkin saja mengindikasi bahwa sebuah pasukan memilih suatu bentuk tertentu (seperti elang, bangau, dll.) sebagai formasi, atau mungkin saja nama suatu formasi berarti strategi mereka mirip dengan suatu hewan/hal tertentu.

Aturan perang
Dua pemimpin tertinggi dari kedua belah pihak bertemu dan membuat "peraturan tentang perlakuan yang etis" (Dharmayuddha) sebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagai berikut:
Pertempuran harus dimulai setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
Pertempuran satu lawan satu; tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
Dua kesatria boleh bertempur secara pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan yang sama (kuda, gajah, atau kereta).
Tidak boleh membunuh prajurit yang menyerahkan diri.
Seseorang yang menyerahkan diri harus menjadi tawanan perang atau budak.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
Tidak boleh membunuh atau melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit dari belakang.
Tidak boleh menyerang wanita.
Tidak boleh menyerang hewan yang tidak dianggap sebagai ancaman langsung.

Peraturan khusus yang dibuat untuk setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang memukul bagian pinggang ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.
Bagaimanapun juga, para kesatria tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Meskipun aturan perang telah disepakati, banyak prajurit dan kesatria dari kedua belah pihak yang melanggarnya, dan tidak jarang mereka melakukannya.

Jalannya pertempuran
Para raja dan kesatria meniup terompet kerang mereka sebagai isyarat bahwa pertempuran akan segera dimulai.Pertempuran berlangsung selama 18 hari. Pertempuran berlangsung pada saat matahari muncul dan harus segera diakhiri pada saat matahari terbenam. Kedua belah pihak bertarung di dataran Kurukshetra dan setiap hari terjadi pertempuran yang berlangsung sengit dan mengesankan. Dalam setiap pertarungan yang terjadi dalam 18 hari tersebut, ksatria yang tidak terbunuh dan berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang karena pertempuran tersebut adalah pertempuran menuju kematian. Siapa yang bertahan hidup dan berhasil memusnahkan lawan-lawannya, dialah pemenangnya.

Beberapa saat sebelum perang
Pada hari pertempuran pertama, begitu juga pada hari-hari berikutnya, pasukan para Korawa berbaris menghadap barat sedangkan pasukan para Pandawa berbaris menghadap timur. Pasukan Korawa membentuk formasi seperti burung elang: pasukan penunggang gajah sebagai tubuhnya; pasukan para Raja dan ksatria di barisan depan sebagai kepalanya; dan pasukan penunggang kuda sebagai sayapnya. Dalam urusan perang, Bisma berkonsultasi dengan panglima Drona, Bahlika dan Krepa.

Pasukan Pandawa diatur oleh Yudistira dan Arjuna agar membentuk "formasi Bajra". Karena pasukan Pandawa lebih kecil daripada pasukan Korawa, maka strategi berperang dibuat agar memungkinkan pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar. Sesuai strategi Pandawa, pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah dari belakang pasukan garis depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata langsung jarak pendek seperti: gada, pedang, kapak, tombak, dll. Pasukan Korawa terdiri dari sebelas divisi di bawah perintah Bisma. Sepuluh divisi pasukan Korawa membentuk barisan yang sangat hebat, sedangkan divisi kesebelas masih berada di bawah aba-aba langsung dari Bisma, dan sebagian divisi melindunginya dari serangan langsung karena Bisma sangat berguna dan merupakan harapan untuk menang.

Setelah sepakat dengan formasi dan strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak berbaris rapi. Duryodana optimis melihat pasukan Korawa memiliki para kesatria tangguh yang setara dengan Bima dan Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti Yuyudana (Satyaki), Wirata, dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam mencapai kajayaan dalam pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria yang sangat ahli di bidang militer, yaitu Bisma, Karna, Kertawarma, Wikarna, Burisrawa, dan Krepa, ada di pihaknya. Selain itu Raja agung seperti Yudhamanyu dan Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi dalam pertempuran sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh Para Raja dan ksatria dari kedua belah pihak meniup "sangkala" (terompet kerang) mereka tanda pertempuran akan segera dimulai.

Patung Kresna yang sedang memberikan wejangan kepada Arjuna menjelang pertempuran. Patung tersebut terdapat di Tirumala, India.Ketika terompet sudah ditiup dan kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur, Arjuna menyuruh Kresna, guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar mengemudikan keretanya menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa melihat, siapa yang siap bertempur dan siapa yang harus ia hadapi. Tiba-tiba Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan wangsa Bharata, keturunan Kuru, nenek moyangnya. Arjuna juga dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan atau tidak. Ia melihat kakek tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman, saudara sepupu, ipar, mertua, dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini berada di Kurukshetra, harus bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna merasa lemah dan tidak tega untuk melakukannya.

Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna, yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna, menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria, agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawadgita. Dalam Bhagawadgita, Kresna menyuruh Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan kewajibannya sebagai seorang ksatria yang berada di jalur yang benar. Ia juga mengingatkan bahwa kewajiban Arjuna adalah membunuh siapa saja yang ingin mengalahkan kebajikan dengan kejahatan. Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa ia sesungguhnya sehingga segala keraguan dalam hatinya sirna. Dalam wujud semesta tersebut, ia meyakinkan Arjuna bahwa sebagian besar para ksatria perkasa di kedua belah pihak telah dihancurkan, dan yang bertahan hidup hanya beberapa orang saja, maka tanpa ragu Arjuna harus mau bertempur.

Sebuah patung di Singapura, yang menggambarkan adegan Kresna menampakkan wujud rohaninya kepada Arjuna.Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Tiba-tiba ia meletakkan senjata, melepaskan baju zirah, turun dari kereta dan berjalan ke arah pasukan Korawa dengan mencakupkan tangan seperti berdoa. Para Pandawa dan para Korawa tidak percaya dengan apa yang dilakukannya, dan mereka berpikir bahwa Yudistira sudah menyerah bahkan sebelum panah sempat melesat. Ternyata Yudistira tidak menyerah. Dengan hati yang suci Yudistira menyembah Bisma dan memohon berkah akan keberhasilan. Bisma, kakek dari para Pandawa dan Korawa, memberkati Yudistira. Setelah itu, Yudistira kembali menaiki keretanya dan pertempuran siap untuk dimulai.

Misi Damai Kresna

Sebelum keputusan untuk berperang diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang tidak batal dilakukan. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.

Sementara itu, Kresna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.
Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Kresna tidak bersedia bertempur secara pribadi. Ia mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa, bahwa salah satu boleh meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara yang lain boleh memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat kesempatan itu, Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.

Duryodana jenius di bidang politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang diwakili Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat dan memintanya agar bertempur tanpa senjata di medan laga. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.

Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Raja Angga, Raja Kekaya, Raja Sindhu, kerajaan Kosala, Kerajaan Awanti, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.

Pihak Pandawa
Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh divisi. Setiap divisi dipimpin oleh Raja Drupada dan kedua putranya — Pangeran Drestadyumna dan Pangeran Srikandi — dari Panchala, Raja Wirata dari Matsya, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. Kitab Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.

Pihak Korawa
Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah daripada kastanya. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya — Dursasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran tersebut Korawa dibantu oleh Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, serta guru mereka — Krepa. Selain itu, turut pula Kertawarma dari Wangsa Yadawa, Salya dari Madra, Sudaksina dari Kamboja, Burisrawa putra Somadatta, Raja Bahlika, Sangkuni dari Gandhara, Wrehadbala Raja Kosala, Winda dan Anuwinda dari Awanti, dan masih banyak lagi para ksatria dan raja yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.

Peta kerajaan pada zaman India kuno. Seluruh kerajaan menjadi dua kelompok yang memihak Korawa maupun Pandawa. Daratan Kurukshetra terletak di sebelah utara.[sunting] Pihak netral
Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang netral dalam peperangan tersebut.

Perang di Kurukshetra

Perang di Kurukshetra (Sanskerta: कुरुक्षेत्रयुद्ध, ;Kurukshetrayuddha), yang merupakan bagian penting dari wiracarita Mahabharata, dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara lima putra Pandu (Pandawa) dengan seratus putra Dretarastra (Korawa). Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India.

Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-kadang disebut terjadi pada "Era Mitologi". Beberapa peninggalan puing-puing di Kurukshetra (seperti misalnya benteng) diduga sebagai bukti arkeologinya. Menurut kitab Bhagawadgita, perang di Kurukshetra terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal tersebut menjadi referensi yang terkenal.
Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian antar dua keluarga dalam satu dinasti, namun juga melibatkan berbagai kerajaan di daratan India pada masa lampau. Pertempuran tersebut terjadi selama 18 hari, dan jutaan tentara dari kedua belah pihak gugur. Perang tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India dan merupakan gerbang menuju zaman Kaliyuga, zaman kehancuran menurut kepercayaan Hindu.

Latar Belakang
Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari Mahābhārata, sebuah wiracarita tentang pertikaian Dinasti Kuru sebagai titik sentralnya. Perebutan kekuasaan yang merupakan penyebab perang ini, terjadi karena para putra Dretarastra tidak mau menyerahkan tahta kerajaan Kuru kepada saudara mereka yang lebih tua, yaitu Yudistira, salah satu lima putra Pandu alias Pandawa. Nama Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini bermakna "daratan Kuru", yang juga disebut Dharmakshetra atau "daratan keadilan". Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci oleh umat Hindu. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.

Dalam kitab Mahabharata disebutkan bahwa pangeran Dretarastra yang buta sejak lahir terpaksa menyerahkan takhta kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura kepada adiknya, Pandu, meskipun dia merupakan putra sulung. Pandu berputra lima orang, yang dikenal dengan sebutan Pandawa, dengan Yudistira sebagai putra sulung. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikan posisinya sebagai kepala pemerintahan sementara sampai kelak putra sulung Pandu dewasa.[2] Kelima putra Pandu (Pandawa) dan seratus putra Dretarastra (Korawa) tinggal bersama di istana Hastinapura dan dididik oleh guru yang sama, bernama Drona dan Krepa. Disamping itu, mereka dibimbing oleh seorang bijak bernama Bisma, kakek mereka. Oleh guru dan kakeknya, Yudistira dianggap pantas meneruskan takhta Kerajaan Kuru, sebab ia berkepribadian baik. Disamping itu, Yudistira merupakan pangeran yang tertua di antara saudara-saudaranya.
Para Korawa, khususnya Duryodana, berambisi menguasai takhta Dinasti Kuru. Namun ambisi tersebut terhalangi sebab Yudistira dipandang lebih layak menjadi Raja Kuru daripada Duryodana. Untuk mewujudkan ambisinya, Duryodana berusaha menyingkirkan Yudistira dan para Pandawa dengan berbagai upaya, termasuk melakukan usaha pembunuhan. Namun kelima putra Pandu tersebut selalu selamat dari kematian, berkat perlindungan dari pamannya dan sepupu mereka, yaitu Widura dan Kresna.
Sebuah pohon beringin yang dikeramatkan di Kurukshetra, yang dianggap sebagai saksi bisu saat Sri Kresna menurunkan sloka-sloka suci dalam kitab Bhagawadgita, sesaat sebelum perang berlangsung.Setelah gagal dalam usaha pembunuhan, kemudian Korawa memutuskan untuk menipu para Pandawa dengan cara mengajak mereka bermain dadu, dengan syarat yang kalah harus meninggalkan istana selama tiga belas tahun. Permainan dadu yang sudah disetel dengan licik mengakibatkan Pandawa kalah, sehingga mereka harus meninggalkan kerajaan selama tiga belas tahun dan terpaksa mengasingkan diri ke hutan. Sebelum Pandawa dibuang, Dretarastra berjanji akan menyerahkan takhta kerajaan Kuru kepada Yudistira sebab ia merupakan putra mahkota Dinasti Kuru yang sulung.
Setelah masa pengasingan selama tiga belas tahun berakhir, sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak meminta kembali kerajaannya. Namun Duryodana menolak mentah-mentah untuk menyerahkan kembali kerajaannya. Meskipun mendapatkan tanggapan seperti itu, Yudistira dan adik-adiknya masih mampu bersabar. Sebagai seorang pangeran, Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan, maka mereka meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan yang seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Di pihak lain, Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.

Friday, June 11, 2010

Transformation

Every single relationship you have is a reflection of how you feel inside about you. You are a magnet attracting to you all things, via the signal you are emitting through your thoughts and feelings. Every relationship you have and every interaction with every person, is a reflection of your own thoughts and feelings in that very moment.

Tuesday, June 8, 2010

PENGAWAS DAN PEMABUK

Kata pemabuk
hai pengawas
tinggalkan daku
pergi jauh
siapa kan bias
merebut gadaian
dari si dia tak berpakaian
Kiranya aku kuat
pasti kutuju rumahku
bagaimana ini
terjadi?
Andainya kupunya
akal dan wujud mungkin
aku di bangku
laksana syeikh.

PUISI BAK AWAN HITAM

Apalah puisi
perlu kubanggakan
kupunya seni
lain dari seni penyair
aku laksana bulan
tersembunyi belakang selubungnya
usah kaupanggil
awan nan hitam
bulan bersinar di angkasa

KEBENARAN

Nabi bersabda bahwa Kebenaran telah dinyatakan:
"Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah
Tidak di bumi, langit atau singgasana.
Ini kepastian, wahai kekasih:
Aku tersembunyi di kaibu orang yang beriman.
Jika kau mencari aku, carilah di kalbu-kalbu ini."

DIA TIDAK DI TEMPAT LAIN

Salib dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah kuuji.
Dia tidak di Salib.
Aku pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno.
Tidak ada tanda apa pun di dalamnya.
Menuju ke pegunungan Herat aku melangkah,
dan ke Kandahar Aku memandang.
Dia tidak di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Dengan tegas,
aku pergi ke puncak gunung Kaf (yang menakjubkan).
Di sana cuma ada tempat tinggal
(legenda) burung Anqa.
Aku pergi ke Ka'bah di Mekkah.
Dia tidak ada di sana.
Aku menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina) sang filosuf
Dia ada di luar jangkauan Avicenna ...
Aku melihat ke dalam hatiku sendiri.
Di situlah, tempatnya, aku melihat dirinya.
Dia tidak di tempat lain.

KESADARAN

Manusia mungkin berada dalam keadaan gembira, dan manusia lainnya berusaha untuk menyadarkan. Itu memang usaha yang baik. Namun keadaan ini mungkin buruk baginya, dan kesadaran mungkin baik baginya. Membangunkan orang yang tidur, baik atau buruk tergantung siapa yang melakukannya. Jika si pembangun adalah orang yang memiliki pencapaian tinggi, maka akan meningkatkan keadaan orang lain. Jika tidak, maka akan memburukkan kesadaran orang lain.

DIMENSI LAIN

Dunia tersembunyi memiliki awan dan hujan,
tetapi dalam jenis yang berbeda.
Langit dan cahaya mataharinya, juga berbeda.
Ini tampak nyata,
hanya untuk orang yang berbudi halus
mereka yang tidak tertipu oleh kesempurnaan dunia yang semu.

AKU ADALAH KEHIDUPAN KEKASIHKU

Apa yang dapat aku lakukan, wahai umat Muslim?
Aku tidak mengetahui diriku sendiri.
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi,
bukan Majusi, bukan Islam.
Bukan dari Timur, maupun Barat.
Bukan dari darat, maupun laut.
Bukan dari Sumber Alam,
Bukan dari surga yang berputar,
Bukan dari bumi, air, udara, maupun api;
Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;
Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;
Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;
Bukan dari dunia kini atau akan datang:
surga atau neraka;
Bukan dari Adam, Hawa,
taman Surgawi atau Firdaus;
Tempatku tidak bertempat,
jejakku tidak berjejak.
Baik raga maupun jiwaku: semuanya
adalah kehidupan Kekasihku ...

EMPAT LAKI-LAKI DAN PENERJEMAH

Empat orang diberi sekeping uang.
Pertama adalah orang Persia, ia berkata, "Aku akan membeli anggur."
Kedua adalah orang Arab, ia berkata, "Tidak, karena aku ingin inab."
Ketiga adalah orang Turki, ia berkata, "Aku tidak ingin inab, aku ingin uzum."
Keempat adalah orang Yunani, ia berkata, "Aku ingin stafil."
Karena mereka tidak tahu arti nama-nama tersebut, mereka mulai bertengkar.
Mereka memang sudah mendapat informasi, tetapi tanpa pengetahuan.
Orang bijak yang memperhatikan mereka berkata,
"Aku tidak dapat memenuhi semua keinginan kalian,
hanya dengan sekeping uang yang sama.
Jika kalian jujur percayalah kepadaku, sekeping uang kalian akan menjadi empat;
dan keempatnya akan menjadi satu."
Mereka pun tahu bahwa sebenarnya keempatnya dalam bahasa masing-masing, menginginkan benda yang sama, buah anggur.

SEBERAPA JAUH ENGKAU DATANG!

Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran.
Dari sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia.
Selama periode ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi,
tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang.
Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda.

KEMBALI PADA TUHAN

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.Begitulah caranya!
Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepadaNya!Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
kerana Tuhan, dengan rahmatNya
akan tetap menerima mata wang palsumu!Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.Begitulah caranya!Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayuhlah datang, dan datanglah lagi!Kerana Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepadaKu, kerana Akulah jalan itu.”

MATI SEBELUM ENGKAU MATI

Kau sudah banyak menderita
Tetapi kau masih terbalut tirai’
Karena kematian adalah pokok segala
Dan kau belum memenuhinya
Deritamu tak kan habis sebelum kau ‘Mati’
Kau tak kan meraih atap tanpa menyelesaikan anak tangga
Ketika dua dari seratus anak tangga hilang
Kau terlarang menginjak atap
Bila tali kehilangan satu elo dari seratus
Kau tak kan mampu memasukkan air sumur ke dalam timba
Hai Amir, kau tak kan dapat menghancurkan perahu
Sebelum kau letakan “mann” terakhir…Perahu yang sudah hancur berpuing-puing
Akan menjadi matahari di Lazuardi
Karena kau belum ‘Mati’,
Maka deritamu berkepanjangan
Hai Lilin dari Tiraz, padamkan dirimu di waktu fajar
Ketahuilah mentari dunia akan tersembunyi
Sebelum gemintang bersembunyi
Arahkan tombakmu pada dirimu
Lalu ‘Hancurkan’lah dirimu
Karena mata jasadmu seperti kapas di telingamu…Wahai mereka yang memiliki ketulusan…
Jika ingin terbuka ‘tirai’
Pilihlah ‘Kematian’ dan sobekkan ‘tirai’
Bukanlah karena ‘Kematian’ itu kau akan masuk ke kuburan
Akan tetapi karena ‘Kematian’ adalah Perubahan
Untuk masuk ke dalam Cahaya…
Ketika manusia menjadi dewasa, matilah masa kecilnya
Ketika menjadi Rumi, lepaslah celupan Habsyi-nya
Ketika tanah menjadi emas, tak tersisa lagi tembikar
Ketika derita menjadi bahagia, tak tersisa lagi duri nestapa…

MENYATU DALAM CINTA

Berpisah dari Layla, Majnun jatuh sakit. Badan semakin lemah, sementara suhu badan semakin tinggi.Para tabib menyarankan bedah, “Sebagian darah dia harus dikeluarkan, sehinggu suhu badan menurun.”Majnun menolak, “Jangan, jangan melakukan bedah terhadap saya.”Para tabib pun bingung, “Kamu takut? padahal selama ini kamu masuk-keluar hutan seorang diri. Tidak takut menjadi mangsa macan, tuyul atau binatang buas lainnya. Lalu kenapa takut sama pisau bedah?”“Tidak, bukan pisau bedah itu yang kutakuti,” jawab Majnun.“Lalu, apa yang kau takuti?”“Jangan-jangan pisau bedah itu menyakiti Layla.”“Menyakiti Layla? Mana bisa? Yangn dibedah badanmu.”“Justru itu. Layla berada di dalam setiap bagian tubuhku. Mereka yang berjiwa cerah tak akan melihat perbedaan antara aku dan Layla.”

TINDAKAN DAN KATA-KATA

Aku memberi orang-orang
apa yang mereka inginkan.
Aku membawakan sajak kerana mereka
menyukainya sebagai hiburan.
Di negaraku, orang tidak menyukai puisi.
Sudah lama aku mencari orang yang
menginginkan tindakan, tetapi
mereka semua ingin kata-kata.
Aku siap menunjukkan tindakan pada kalian;
tetapi tidak seorang pun akan menyikapinya.
Maka aku hadirkan padamu — kata-kata.
Ketidakpedulian yang bodoh
akhirnya membahayakan,
Bagaimanapun hatinya satu denganmu.

KAU DAN AKU

Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung,
Kau dan Aku;
Dalam dua bentuk dan dua wajah — dengan satu jiwa,
Kau dan Aku.
Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian
Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau dan Aku.
Bintang-bintang Surga keluar memandang kita –
Kita akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau dan Aku.
Kau dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’,
akan menjadi satu melalui rasa kita;
Bahagia, aman dari omong-kosong, Kau dan Aku.
Burung nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita –
Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau dan Aku.
Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini …
Keduanya dalam satu nafas di Iraq, dan di Khurasan –
Kau dan Aku.

JOHA DAN KEMATIAN

Seorang anak laki-laki menangis dan berteriak di belakang jenazah ayahnya,

Dia berkata, “Ayah! Mereka membawamu ke tempat di mana tidak ada pelindung lantai. Di sana tidak ada cahaya, tidak ada makanan; tidak ada pintu maupun bantuan tetangga…”Joha, diperingatkan karena penjelasan tampaknya mencukupi, berteriak kepada ayahnya sendiri:“Orang tua yang dihormati oleh Allah, mereka diambil ke rumah kami!”

AKAN JADI APA DIRIKU ?

Aku terus dan terus tumbuh seperti rumput;
Aku telah alami tujuh ratus dan tujuh puluh bentuk.
Aku mati dari mineral dan menjadi sayur-sayuran;
Dan dari sayuran Aku mati dan menjadi binatang.
Aku mati dari kebinatangan menjadi manusia.
Maka mengapa takut hilang melalui kematian?
Kelak aku akan mati
Membawa sayap dan bulu seperti malaikat:
Kemudian melambung lebih tinggi dari malaikat –
Apa yang tidak dapat kau bayangkan.
Aku akan menjadi itu.

BURUNG HANTU DAN ELANG RAJA

Seekor helang kerajaan hinggap di dinding reruntuhan yang dihuni burung hantu.

Burung-burung hantu menakutkannya, si elang berkata, “Bagi kalian tempat ini mungkin tampak makmur, tetapi tempatku ada di pergelangan tangan raja.” Beberapa burung hantu berteriak kepada temannya, “Jangan percaya kepadanya! Ia menggunakan tipu muslihat untuk mencuri rumah kita.”

Kerja

Kerja bukan seperti yang difikirkan orang.
Bukan sekadar sesuatu yang
jika sedang berlangsung, kau
dapat melihatnya dari luar.
Seberapa lama kita, di Bumi-dunia,
seperti anak-anak
Memenuhi lintasan kita dengan debu dan batu dan serpihan-serpihan?
Mari kita tinggalkan dunia
dan terbang ke surga,
Mari kita tinggalkan keanak-anakan
dan menuju ke kelompok Manusia.

Manfaat Pengalaman

Kebenaran yang agung ada pada kita
Panas dan dingin, duka cita dan penderitaan,
Ketakutan dan kelemahan dari kekayaan dan raga
Bersama, supaya kepingan kita yang paling dalam
Menjadi nyata.

Takhta Balqis

Waktu Ratu Saba’–Balqis disambut Sulaiman
ditinggalkannya kerajaan dan kekayaannya
samalah dengan cara kekasih meninggalkan reputasinya.
Semua hambasahyanya takbermakna apaapa lagi,
kurang lagi dari ampas bawang
Istana-istananya dan kebun-kebunnya,
tindihmenindih bagai bangkai binatang.
Balqis mendengar arti batin LA! Tak!
Ditemuinya Sulaiman sonder apa, kecuali
Tahtanya! Bagai kalam penulis seolah
sorang teman, bagai aset karyawan untuk
hari demi hari menjadi ‘gitu akrab, seolah
tahta emasnya itulah satusatunya di dirinya.
‘Kan kuuraikan lagi tentang fenomena ini,
tentulah akan menjadi panjang lagi.
Tahta itu amat besar dan payah untuk dipunggah,
karena ia takboleh dipecahpecah, ia seolah
pemersatuan tubuh manusia.
Sulaiman menatap bahwa hati Balqis ‘tlah terbuka kepadanya
dan tahta ini bakal menghantui
pada dirinya. “Biarkan dibawanya,” katanya. “Ia bakal
menjadi pengajaran kepadanya bak sepatu tua
dan jaket bagi Ayaz. Dia bisa melihat
pada tahta dan sejauh mana perjalanannya.”
Dalam masa yang sama, Tuhan dengan proses
berseturutan generasi sebelum kita:
kulit yang licin dan airmani
dan embryo yang mengembang.
Pabila kau lihat sebutir mutiara di bawah
kau tiba pada buih dan kayuan patah
di permukaan. Pabila matahari bersinar, kau lupa
mengumpulkan klompok Skorpio.
Waktu kau saksikan kemesraan penyatuan,
atraksi penduaan begitu indah
dan menawan, tapi tak begitu menarik hati.
JALALUDDIN RUMI
(The Essential Rumi)
Terjemahan: Dato Dr Ahmad Kamal Abdullah (Kemala)

Kau dan Aku

Bahagia saat kita duduk di pendapa, kau dan aku,
Dua sosok dua tubuh namun hanya satu jiwa, kau dan aku.
Harum semak dan nyanyi burung menebarkan kehidupan
Pada saat kita memasuki taman, kau dan aku.
Bintang-bintang yang beredar sengaja menatap kita lama-lama;
Bagai bulan kita bagikan cahaya terang bagi mereka.
Kau dan aku, yang tak terpisahkan lagi, menyatu dalam nikmat tertinggi,
Bebas dari cakap orang, kau dan aku.
Semua burung yang terbang di langit mengidap iri
Lantaran kita tertawa-tawa riang sekali, kau dan aku.
Sungguh ajaib, kau dan aku, yang duduk bersama di sudut rahasia,
Pada saat yang sama berada di Iraq dan Khorasan, kau dan aku.

Saatnya Untuk Pulang

Malam larut, malam memulai hujan
inilah saatnya untuk kembali pulang.
Kita sudah cukup jauh mengembara
menjelajah rumah-rumah kosong.
Aku tahu: teramat menggoda untuk tinggal saja
dan bertemu orang-orang baru ini.
Aku tahu: bahkan lebih pantas
untuk menuntaskan malam di sini bersama mereka,
tapi aku hanya ingin kembali pulang.
Sudah kita lihat cukup destinasi indah
dengan isyarat dalam ucap mereka
Inilah Rumah Tuhan. Melihat
butir padi seperti perangai semut,
tanpa ingin memanennya. Biar tinggalkan saja
sapi menggembala sendiri dan kita pergi
ke sana: ke tempat semua orang sungguh menuju
ke sana: ke tempat kita leluasa melangkah telanjang.

Mujahadah dan Makrifat

Makrifat itu pengenalan jiwa
Mengenal jiwa dan mengenal Tuhannya
Mengenal dengan sejelas jelasnya
Tidak kabur tapi jelas nyata
Mujahadah itu perjuangan dan usaha
Makrifat itu menuai hasilnya
Mujahadah itu dalam perjalanan
Makrifat itu matlamat tujuan
Makrifat itu pembuka rahsia
Makrifat itu sendiri rasa
Makrifat itu sagunya
Mujahadah itu memecah ruyungnya.

Nafsu

Nafsumu itu ibu segala berhala
Berhala kebedaan ular sawa
Berhala keruhanian naga
Itu ibarat perumpamaannya
Mudah sekali memecah berhala
Kalau diketuk hancurlah ia
Walau batu walaupun bata
Walau ular walaupun naga
Tapi bukan mudah mengalahkan nafsu
Jika hendak tahu bentuk nafsu
Bacalah neraka dengan tujuh pintu
Dari nafsu keluar ma’siat setiap waktu.

Kearifan Cinta

Cinta yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang yang
mencintainya ini
sebagaimana kenikmatan lelaki
yang memeluk tugu batu
di dalam kegelapan sambil menangis dan meratap.
Meskipun dia merasa nikmat
kerana berfikir bahawa yang dipeluk adalah kekasihnya, tapi
jelas tidak senikmat
orang yang memeluk kekasih sebenarnya
kekasih yang hidup dan sedar.
~ Jalaluddin Rumi

Setelah Setahun Kesunyian

Tentang seseorang di pintu Sang Kekasih dan mengetuk. Ada suara bertanya, “Siapa di sana?”
Dia menjawab, “Ini Aku.”
Sang suara berkata, “Tak ada ruang untuk Aku dan Kamu.”
Pintu tetap tertutup
Setelah setahun kesunyian dan kehilangan, dia kembali
dan mengetuk lagi. Suara dari dalam bertanya, “Siapa di sana?”
Dia berkata, “Inilah Engkau.”
Maka, sang pintu pun terbuka untuknya.
~ Jalaluddin Rumi

Cinta Adalah

Inilah Cinta: Terbang tinggi ke langit Setiap saat mencampakkan ratusan hijab
Pertama kali menyangkal hidup (zuhud),
Pada akhirnya (jiwa) berjalan tanpa kaki (tubuh)
Cinta memandang dunia telah raib
Dan tak mempedulikan yang nampak di mata

Ia memandang jauh ke sebalik dunia bentuk-bentuk
Menembus hakikat segala sesuatu
Jalaluddin Rumi dari Berbagai Sumber

Cinta Sejati

Apa yang mesti kulakukan o Muslim? Kerana aku tak mengenal diriku.
Aku bukan Kristian, Yahudi, Majusi dan bukan pula Muslim.
Aku tak berasal dari Timur atau Barat, tidak dari darat atau lautan.
Aku tidak dari alam, atau angkasa biru yang berputar-putar.
Aku tidak dari tanah, air, udara atau api.
Tidak dari bintang zuhra atau debu, tidak dari kewujudan dan wujud.
Aku [...]

Inilah Cinta ... Terbang tinggi ke Langit

Sekarang kulihat kekasih jiwaku,
mutiara segala ciptaan,
terbang ke langit bagaikan roh Mustafa;
Matahari malu melihat wajahnya,
di angkasa cuaca kelam kabut bagaikan hati;
Cahayanya membuat air dan lumpur lebih terang daripada api.
Kataku,
“Mana tangganya untuk tempat naik, tunjukkan! Aku ingin juga terbang ke langit!”
Ia menjawab,
“Tangga tempatmu naik ialah kepalamu, sujudkan kepalamu di bawah telapak kakimu!”
Apabila kau jejakkan kakimu di [...]

Cinta Maha Dahsyat

Kerana cinta duri menjadi mawar Kerana cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta pentungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta kemalangan menjadi keberuntungan
Kerana cinta rumah penjara nampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta timbunan debu kelihatan sebagai taman
Kerana cinta api berkobar menjadi cahaya menyenangkan
Kerana cinta Saytan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta batu keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta duka menjadi riang gembira
Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta singa tidak menakutkan bagaikan tikus
Kerana cinta sakit menjadi sihat
Kerana cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan