Home

Sunday, August 8, 2010

Tanpa Titik

Berniat untuk memahami misteri kehidupan, aku menghabiskan waktuku berkontemplasi. Berjalan-jalan sendiri hingga larut malam, dibasuh cahaya rembulan di bawah naungan bintang, mencari kedamaian ketika bibir cinta mulai membawaku pada kekaguman yang memabukkan. Sedikit sentuhan membuat hatiku berdebar, gemetar ibarat tawanan gurun pasir kehausan . Dia adalah yang terindah dari semua penciptaan dan dia tampil semakin mempesona dalam kerinduan meluap dengan hasrat . Dia menjadi bentuk surgawi yang memberi makna kehidupanku. Dia lebih tinggi dari langit, lebih dalam dari samudra dan lebih membingungkan daripada keduanya.
Aku menyembah pada kewibawaannya . Menyatu dalam cinta menjadi satu-satunya keinginan yang ingin aku wujudkan . Semua tentangnya berubah menurut inderaku. Keterpukauanku mengelabui palet rasaku . Aku meromantiskan cahaya matanya, suara wibawanya dan gerak tubuhnya . Kerinduanku memperlihatkan dia sebagai sesuatu yang jauh lebih agung daripada diriku , aku menggigil , kepribadianku mengecil.
Dalam fantasiku , aku dibayangi godaan birahi tak terjinakkan. Nafsuku membidikkan panah-panah berkobar ke jantungku . Aku tenggelam dalam badai impian tak henti dan kamu menginginkan aku berkelana semakin jauh ke dalam, ke tempat berteduh khayalan. Khayalanku adalah khalayan bodoh cinta yang sedang meragu, dan sepertinya kamu lebih percaya pada diriku daripada aku sendiri. Bantu aku memilah apa yang sakral dari apa yang tercela dalam keintiman, agar aku menjadi perempuan yang layak bagi cinta seorang laki-laki.

Dimatanya aku melihat malaikat memandang padaku dengan mual, dan jiwaku menyusut malu.  Aku merasa seperti lumpur keruh di kaki jiwaku. Matahari sudah terbenam didalam mataku dan aku tahu aku hanya bisa menggapai fajar melalui malam. Adakah aku sedang melayani sebuah takdir yang masih belum bisa kupahami? Adakah aku kembali dalam sebuah misi sakral atau hanya ilusi? apakah ketakutan lagi yang menghadangku sekarang? Didalam kenyamanan seperti apa aku bisa berteduh jika aku tidak menemukan jawaban dari semua pertanyaan tak masuk akal ini? Adakah aku begitu tolol mengejar ekor sendiri dan menjadi pusing dengan fantasiku? Tapi, sudikah aku menolak misi ini jika benar-benar ditawarkan kepadaku?

Gemetar dengan perasaan meluap aku merapatkan hati pada Kuasa Lebih Tinggi. Tuhan adalah dimana aku bisa berdoa untuk menghilangkan dahaga, menyicip setetes harapan. Aku merindukan kebebasan dan kekuatan untuk berdiri dalam rahmat sebuah takdir yang lebih luhur. Seperti kekuatan yang terperangkap dalam balutan kepompong, aku perlu membebaskan diri dari kerangkeng bawah sadarku. Aku sadar bahwa hidupku adalah sebuah impian yang berulang, mengulang pergelutan purba antara ketakutan dan kasih. Jiwa dan pikiranku menyatu dalam sebuah keyakinan --- tanpa akhir .

No comments:

Post a Comment